Kamis, 09 Desember 2010

episodeSurabaya-Bogor #3

Surabaya, 10 Desember 2010

Hari ke-4 episode Surabaya-bogor.
Sudah mulai cemas. Sms dan telepon jarang dibalas atau pun di angkat. Pulang kerja, samapai di kontrakan, dia langsung makan makndi sholat dan tidur.
Yeah…memang dia sangat sibuk beradaptasi. Baru pertama kali kerja begini, dia dan teman-teman barunya sudah dapat tugas meeting 3 hari bersama anggota DPR..
Huft..sepertinya aku juga harus beradaptasi dengan dia dan pekerjaan barunya.
Supangat!

episodeSurabaya-Bogor #2

Surabaya, 08 Desember 2010

Dua hari setelah dia pergi. Dua hari setelah episode Surabaya-Bogor dimulai.
Aku lebih suka di kamar. Menonton televisi seharian sambil mata selalu memandang layar ponsel, waspada jika ada sms masuk. Pertanda harus segera dibalas. Ya, itulah cara kami bekomunikasi selain menelepon. Di masa biru ini, aku gampang sekali menangis. Menonton acara gossip, FTV, videoklip atau bahkan menonton iklan di televisi membuat ku menangis. Tidak hanya itu, sholat, makan, mandi, duduk di ruang tamu, menaiki sepeda motor, sampai bergurau dengan keponakan juga bisa membuatku menangis. Rasanya, benar-benar tidak enak. Kalau orang-orang bertanya kenapa, aku juga tak tahu apa jawabannya kenapa aku jadi begini, sensitif.
Sampai aku menulis cerita ini, aku masih tidak bisa percaya jika kami sudah tidak bisa bertemu, maksudku, bukan benar-benar tidak bisa bertemu, tetapi kami tidak bisa bertemu dalam jangka waktu yang sangat lama, dan bahkan tidak bisa sesering yang kami inginkan seperti dulu. Mungkin kami akan bertemu ketika di kalender terdapat tanda long weekend, Hari Besar Agama, Lebaran. Mungkin kami akan bertemu 4 bulan sekali, 6 bulan sekali, atau setahun sekali, dengan durasi yang benar-benar terbatas. Atau jangan-jangan, kami akan bertemu 2 tahun sekali??? Oh Tuhan, aku mohon jangan.

episodeSurabaya-Bogor #1

Surabaya, 06 Desember 2010

Tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Aku tahu, kalimat itu memang klise. Tetapi itulah yang terjadi.
Kira-kira 1 bulan yang lalu, kabar itu datang. Tak ada firasat apapun hari itu. Hari yang menyenangkan dan sibuk. Saat makan siang, seperti kebiasaan yang selalu kami lakukan adalah menelepon. Awalnya, pembicaraan berjalan dengan normal. Bertukar kabar, bertukar cerita yang terlewatkan, atau hanya sekedar saling mengejek dan mengucap kata cinta. Dan lagi-lagi seperti biasa, menyenangkan.
Tetapi sesaat kemudian, suasana mulai berubah. Ketika di sela-sela obrolan, dia berbisik, “Sayang, aku diterima di BaKorSuTaNal Bogor.” Hening.  Beberapa detik kemudian kucoba untuk memulai pembicaraan. Entah, aku sendiri juga tak tahu apa yang harus aku katakan. “Lho, tesisnya? Cakimnya?” aku tahu, sepertinya pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya menandakan kepedulian, malah terdengar menjadi respon penolakan. Ya ya ya, waktu itu memang aku terkejut. Sangat terkejut. Sehingga tak tahu lagi harus merasa senang ataukah sedih. Sebagai pacar yang baik, harusnya aku berkata, ”Wah, selamat! Kamu hebat!” Namun, sebagai manusia normal yang akan ditinggal pergi jauh, ingin rasanya aku berkata, ”Jangan pergi…” Hahahahaha, itulah angan-angan. Karena kata-kata yang keluar dari mulutku hanyalah, “Wah, Alhamdulillah..” Berkata pelan sambil menggigit bibir.
Dari pertama kali aku mendengar berita itu, hingga beberapa minggu kemudian, bahkan sampai saat ini pun, kami berdua selalu membicarakan tentang pekerjaan-pekerjaan lain yang ditawarkan bos tempat dia bekerja saat itu, bagaimana kehidupan kita nanti, atau hanya sekedar berangan-angan jika aku juga harus pindah di kota di mana dia bekerja. Dan tentu saja, yang pasti bisa ditebak adalah hampir setiap hari merasa biru. Jika aku sudah mulai menangis, dia selalu memberiku pandangan-pandangan yang tegas dan menyejukkan. Tegas karena itu adalah masadepannya, menyejukkan karena InsyaAllah itu adalah masadepanku juga. Sedikit perih. Tapi…itulah yang harus diamini. Karena memang kita punya hidup, kehidupan, tujuan, cita-cita dan tentu saja punya takdirnya sendiri-sendiri.
Rencana awal, dia bekerja mulai Bulan Januari. Bergegas pindah pertengahan atau akhir Desember setelah menyelesaikan tesisnya yang sempat tertunda. Kami berdua pun sudah mempunyai setumpuk rencana yang harus dilakukan sebelum dia harus benar-benar pergi dari Surabaya. Mulai dari jalan-jalan malam di pameran ikan hias, fotobox terakhir, atau makan di tempat langganan. Hal-hal ringan (dan mungkin menurut semua orang itu adalah kegiatan tidak bermutu) itu bagiku adalah sebuah jadwal panjang yang indah sebagai kado penutup tahun.
Lalu…
Tiga hari sebelum aku menulis cerita ini, sebuah sms terkirim di ponselku. “Sayang, aku aktif bekerja di Bogor mulai tanggal 8 Desember. Jadi aku berangkat Senin depan. Tanggal 6 Desember.”
Ya Allah, gemetar badanku saat itu. Tak tahu harus merespon apa. Hanya duduk diam dengan ponsel di tangan, lemas dan mendadak pusing. Ditanya atau disuruh pun cuma bias menjawab, “Ha? Apa?” Seperti kucing yang sudah kehilangan 7 nyawanya. Linglung.
Selain daftar panjang yang harus kami berdua laksanakan batal, waktu 2 hari yang tersisa juga tidak bisa digunakan untuk bertemu. 1 hari untuk pesta pernikahan sepupuku, 1 hari lagi karena aku harus keluar kota untuk datang di suatu acara yang sudah lama aku dan teman-temanku rencanakan.
Dan..
Tibalah hari ini. Aku sudah tiba di Surabaya. Setelah aku menyelesaikan pekerjaanku, dan dia juga sudah selesai mengurus administrasi berhenti bekerja, kami sepakat bertemu di rumahnya. Beberapa lama, mengobrol dan makan siang bersama dia dan kedua orang tuanya. Selebihnya kami habiskan 1 jam terakhir berdua di depan rumah. Bercanda, mengejek, kemudian menangis bersama ditemani hujan rintik-rintik yang sedari tadi seakan tak bisa berhenti. Sengaja aku tak mau mengantarnya ke bandara, atau menunggu dia masuk ke dalam taksi. Karena aku tak mau menangis di saat-saat terakhir.
Dia pergi. Tepat sehari setelah perayaan dua tahun lima bulan kami.
Bertemu dia, dekat dengannya, menjadi sahabat, lalu kami mengucap cinta.
Kami bertemu di bawah hujan, lalu dia pergi.
Selamat datang sepi.
Selamat datang masa-masa biru.
Selamat datang kisah cinta berjauhan.
Episode Surabaya-Bogor sudah dimulai.